Notification

×

Iklan

Iklan

Menjadi Manusia di Abad 21: Refleksi Filosofis dari Buku Tentang Manusia Karya Reza A.A. Wattimena

Jumat, 04 Juli 2025 | Juli 04, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-03T17:13:53Z
gambar seorang perempuan mengenakan pakaian hijau sedang meraih burung di tengan hutan
Ilustrasi manusia yang sedang meraih ketenangan (Sumber: gemini generate image)


“Pikiran manusia adalah sumber penderitaan terbesar, tetapi juga pintu gerbang menuju kebebasan.” – Reza A.A. Wattimena


Apa Artinya Menjadi Manusia?

Tentu Anda pernah merasa hidup ini penuh dengan tekanan di zaman yang sarat informasi seperti sekarang bukan? Sering kali kita kehilangan arah dalam memahami diri sendiri. Kita mengejar prestasi, reputasi, dan validasi dari luar, tetapi melupakan satu hal paling esensial: apa arti menjadi manusia?

Buku Tentang Manusia karya filsuf Indonesia, Reza A.A. Wattimena, hadir sebagai undangan untuk merenungkan hal tersebut. Tidak dengan dogma, bukan pula dengan jargon akademik yang rumit, tetapi melalui pemikiran yang jernih, pengalaman pribadi, dan pendekatan lintas tradisi filsafat Barat dan Timur. Buku ini bukan hanya karya filsafat, tetapi juga refleksi spiritual, psikologis, dan humanis yang sangat relevan dengan zaman kita.

Pikiran: Sahabat atau Musuh?

Salah satu masalah yang sering menyeruak relung kehidupan adalah “pikiran”. Reza menyatakan bahwa sebagian besar penderitaan manusia tidak berasal dari dunia luar, melainkan dari pikirannya sendiri. Pikiran, dalam pandangan ini, adalah sumber ilusi dan konflik jika tidak diawasi.

“Manusia tidak menderita karena kenyataan, tetapi karena tafsir atas kenyataan tersebut.” – Reza A.A. Wattimena

Pikiran kita bergerak liar, melompat dari masa lalu ke masa depan, membangun skenario yang seringkali tidak realistis. Kecemasan, rasa bersalah, dan ketakutan lahir dari narasi-narasi internal ini. Reza mengajak kita untuk belajar mengamati pikiran, bukan mengidentifikasi diri dengannya. Dengan begitu, kita bisa memperoleh kedamaian dalam hidup sehari-hari.

Contohnya, Anda ingin melamar pekerjaan di suatu tempat. Tetapi terdapat keraguan di benak Anda, seperti “Apakah aku akan cocok di sana?” “Apakah bosnya galak” dan sebagainya. Padahal, Anda belum melakukan apa-apa, tetapi gambaran “buruk” sudah terlukis di relung pikiran Anda, membuat Anda takut dan menjadi ragu untuk melangkah.

Identitas: Sebuah Ilusi yang Diyakini Terlalu Serius

Seringkali kita berpikir, bahwa individu selalu melekat dengan identitas, bahkan tidak bisa dilepaskan. Identitas anak siapa Anda, di mana Anda lahir, posisi atau jabatan Anda di kantor, dan sebagainya. Reza menyampaikan bahwa identitas itu bukan siapa kita sebenarnya, melainkan konstruksi naratif yang dibentuk oleh budaya, keluarga, dan pengalaman. Kita tumbuh dalam masyarakat yang membingkai siapa kita harus menjadi, lalu kita hidup seumur hidup berusaha mempertahankan narasi itu.

“Identitas bukanlah siapa kita sebenarnya. Ia hanya narasi yang kita dan orang lain bangun bersama.”

Kelekatan pada identitas sering kali menjadi akar konflik. Ketika kita terlalu melekat pada agama, bangsa, status, atau kelompok tertentu, kita mudah memusuhi yang berbeda. Dengan menyadari bahwa identitas itu fleksibel, kita belajar lebih inklusif, toleran, dan terbuka terhadap perubahan.

Moralitas: Alat Kontrol yang Terselubung

Moralitas, dalam perspektif Reza, tidak selalu menjadi kekuatan yang membebaskan. Justru, ia sering digunakan sebagai alat kekuasaan untuk menghakimi, menindas, dan mengontrol.

“Moralitas, dalam banyak kasus, lebih sering digunakan untuk menghukum daripada untuk memahami.”

Di era media sosial, moralitas berubah menjadi “amunisi digital” untuk membatalkan orang lain (cancel culture), menyebarkan kebencian, dan menciptakan kubu. Buku ini mengajak kita untuk meninjau ulang cara kita memahami benar-salah. Bukannya menolak moralitas, tetapi menempatkannya dalam konteks yang lebih berbelas kasih dan penuh pengertian.

Hal ini dapat menciptakan jurang pemisah satu sama lain, seolah definisi benar-salah milik kita adalah suatu nilai yang mutlak. Kata “normal” dalam kehidupan individu atau suatu kelompok menjadi tolak ukur yang menimbulkan diskriminasi. 

Teknologi: Konektivitas yang Menjauhkan?

Perkembangan teknologi yang pesat ternyata tidak selalu membawa kedekatan. Alih-alih mempererat hubungan antar manusia, justru banyak dari kita merasa kesepian dalam keterhubungan digital.

“Teknologi seharusnya memperkuat kedekatan manusia dengan realitas, bukan menciptakan realitas palsu yang membuat manusia lupa siapa dirinya.”

Reza mengingatkan bahwa kita perlu menggunakan teknologi secara sadar. Bukan untuk menghindari kenyataan, melainkan untuk memperdalam hubungan, memperluas wawasan, dan membebaskan diri dari manipulasi digital. Filsafat, dalam hal ini, berfungsi sebagai kompas moral dalam menghadapi revolusi teknologi.

Depresi: Pintu Masuk Menuju Kesadaran Baru

Pernahkah Anda merasa depresi? Pembahasan ini menjadi pembahasan yang sangat personal. Apakah Anda melihat depresi sebagai kelemahan, atau eksistensi yang bernilai lain. Reza tidak melihatnya sebagai kelemahan, tetapi sebagai momen krisis eksistensial yang membuka kemungkinan transformasi.

“Kadang, kehancuran total adalah awal dari kelahiran baru.”

Depresi, menurut Reza, adalah sinyal bahwa narasi lama tidak lagi relevan. Ia memaksa kita menggali ke dalam diri, mengajukan pertanyaan mendalam, dan membangun makna baru dalam hidup. Dalam konteks ini, filsafat tidak lagi abstrak, tetapi menjadi obat jiwa yang menyelamatkan.

Anda tidak perlu khawatir dan berpikir bahwa dunia akan berakhir. Depresi hanyalah salah satu proses perubahan dalam hidup, koreksi mendalam, dan akan ada matahari baru di depan.

Kesadaran: Kunci dari Segalanya

Inti dari semua pembahasan dalam buku ini kembali pada satu kata: kesadaran. Kesadaran untuk hidup di saat ini, untuk mengamati pikiran tanpa menghakimi, dan untuk melihat realitas apa adanya.

“Kebebasan sejati muncul ketika kita sadar bahwa kita bukan pikiran kita.”

Latihan kesadaran bukan monopoli agama atau meditasi tertentu, tetapi bisa dilakukan dalam aktivitas sehari-hari: menyetir, mencuci piring, mendengar musik, bahkan saat menghadapi konflik. Yang dibutuhkan hanyalah kehadiran penuh.

Filsafat sebagai Gaya Hidup

Yang membuat Tentang Manusia unik adalah keberhasilannya menggabungkan filsafat sebagai ilmu dengan filsafat sebagai jalan hidup. Buku ini bukan hanya untuk akademisi, tetapi untuk siapa pun yang ingin memahami hidup lebih dalam.

Reza mengajak kita untuk tidak sekadar berpikir, tetapi menghidupi pemikiran. Ia menolak jawaban instan dan dogma mutlak. Sebaliknya, ia membuka ruang dialog antara pengalaman pribadi, ajaran filsafat, dan realitas dunia.

Penutup: Menghidupi Pertanyaan, Bukan Jawaban

Tentang Manusia adalah buku yang tidak menawarkan kesimpulan final. Ia justru menghidupkan pertanyaan: siapa saya? apa makna hidup ini? mengapa saya menderita? bagaimana saya bisa hidup dengan damai?

Pertanyaan-pertanyaan ini tidak harus dijawab dalam satu waktu. Yang terpenting adalah keberanian untuk menghadapi dan menghidupinya. Karena menjadi manusia adalah proses yang terus berlangsung, penuh keindahan, kekacauan, dan kemungkinan.

📚 Kutipan Penting dari Buku

  • “Pikiran manusia adalah sumber penderitaan terbesar, tetapi juga pintu gerbang menuju kebebasan.”

  • “Identitas bukanlah siapa kita sebenarnya. Ia hanya narasi yang kita dan orang lain bangun bersama.”

  • “Kadang, kehancuran total adalah awal dari kelahiran baru.”

  • “Kebebasan sejati muncul ketika kita sadar bahwa kita bukan pikiran kita.”

Referensi

  • Wattimena, Reza A.A. (2015). Tentang Manusia.

  • Seluruh kutipan diambil dari isi buku yang telah disunting secara resmi.


cover buku tentang manusia karya wattimena
Cover buku "tentang manusia" karya Wattimena


📌 Catatan Penulis:
Esai ini ditulis sebagai refleksi pribadi atas isi buku dan pemikiran Reza A.A. Wattimena. Bagi Anda yang sedang mencari arah dalam hidup, sedang mengalami krisis, atau sekadar ingin memahami manusia secara lebih utuh—buku ini sangat layak dibaca, direnungkan, dan dijadikan teman perjalanan.
iklan shopee
×
Berita Terbaru Update